Selasa, 31 Oktober 2017

BAB II : Pengaruh Etika dalam Bisnis

I. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Etika
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan. ”Etika bisnis merupakan pola bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga memerhatikan kepentingan stakeholder-nya. Etika bisnis tidak bisa terlepas dari etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi. Etika bisnis sesorang merupakan perpanjangan moda-moda tingkah lakunya atau tindakan-tindakan konstan, yang membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu. Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis. Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis.
Beberapa faktor yang mempengaruhi harapan publik (etik) pada lingkungan bisnis :
1) Physical Kualitas dari udara dan air terjaga
2) Moral Keinginan bersikap adil
3) Financial malfeasance Banyaknya perbuatan yang memalukan (skandal)
4) Economic Kesalahan memberikan dorongan untuk bangkit
5) Competition Tekanan dan dorongan global
6) Bad judgement Kesalahan operasi, keringanan bagi kalangan eksekutif
7) Activist stakeholders Etika investor, pelanggan dan lingkungan
8) Synergy Perubahan yang sukses
9) Institutional reinforcement Hukum baru
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan.Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.

II. Kesaling – Tergantungan antara Bisnis dengan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Perubahan nuansa perkembangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum dunia usaha jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
Pandangan klasik
Tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented).Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
Pandangan sosial ekonomi
Bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial.Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1.      Pengendalian diri.
2.      Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
3.      Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.      Menciptakan persaingan yang sehat.
5.       Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.      Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
7.       Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8.      Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10.  Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.

Berikut adalah beberapa hubungan kesaling tergantungan antara bisnis dengan masyarakat.
Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik.
Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya. Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya.
Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni :
Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

III. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Suatu perusahaan dalam berbisnis tidak hanya bermaksud memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen. Namun mampu menyediakan sarana-sarana yang dapat menarik minat dan perilaku membeli konsumen. Para pelaku bisnis secara umum memiliki kepedulian terhadap masyarakat selain itu juga harus memperhatikan karyawannya agar terjalin hubungan yang berkesinambungan antara pelaku bisnis, karyawan dan masyarakat. Dengan begitu sebuah usaha dapat mencapai tujuannya dan tentunya berkembang pesat.  Misalnya seorang pengusaha harus memperhatikan kesejahteraan karyawan ataupun golongan rendah dan saat hari raya iba, konsumen diberikan hadiah atau bingkisan sehingga akan terus berlangganan dengan kita.
Pada dasarnya, perusahaan memiliki maksud dan tujuan bisnis yang sangat terkait erat dengan factor-faktor berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan
2. Keuntungan usaha
3. Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
4. Mengatasi berbagai resiko
5. Tanggungjawab social

IV. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis.
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern. Dengan membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi.
2. Tahun 1960-an
Dalam   tahun   1960an   terjadi   perkembangan   baru   yang   dilihat   sebagai persiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa1960an  ini  di  Amerika  Serikat  (dan  dunia  barat   pada   umumnya)  ditandai  oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukotaPrancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
3. Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokokpembicaraan   moral   lainya   (etika   dalam   hubungan   dengan   bisnis),   kini   mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah penelitian ini dalam waktu singkat   menjadi   kelompok   yang   paling   dominan.
4. Tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara– negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnisdi Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa.

5. Tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business management economis and ethics (ISBEE).

V. Etika Bisnis dan Akuntan

Bisnis indentik dengan mencari keuntungan. Namun menjalankan suatu bisnis tidak berarti mencari keuntungan semata dengan maksimum, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain sebagai konsumen. Dalam bisnis modern, kemampuan perusahaan mempertahankan etika merupakan prasyarat untuk ikut bersaing dalam pasar. Perusahaan-perusahaan yang memiliki etika bisnis lah yang mendapat kesetiaan pelanggan, sehingga eksistensi perusahaan dapat dipertahankan.

Sebaliknya perusahaan yang tidak mampu mempertahankan etika akan ditinggalkan pelanggannya. Etika merupakan prinsip moral yang menjadi pedoman dalam berprilaku. Ukuran yang mudah digunakan untuk menilai beretika atau tidaknya seseorang adalah, bila tindakan yang dilakukannya tidak merugikan atau menyusahkan orang lain, merupakan indikasi bahwa seseorang tersebut memiliki etika. Etika tidak seluruhnya dapat dilihat, seperti kejujuran seseorang dalam melaksanakan profesi atau pekerjaannya. Oleh karena itu setiap orang diharapkan untuk menjunjung tinggi etika.

Dalam profesi akuntansi etika juga menjadi tonggak kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntansi. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan Kode Etik Akuntan yang menjadi pedoman bagi setiap akuntan anggota IAI dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan. Salah satu prinsip etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah sikap independensi, yang berarti bahwa akuntan dimana pun profesinya harus menjalankan sikap yang tidak terpengaruh oleh pihak manapun dalam menjalankan tugasnya. Bila seorang akuntan tidak independen, maka ada pihak yang berkepentingan dengan hasil kerja akuntan tersebut akan dirugikan, karena hasil kerja akuntan bukan hanya dikonsumsi oleh manajemen perusahaan, tetapi juga oleh pemegang saham, calon pemegang saham, kreditur dan calon kreditur. Jika ini terjadi, maka masyarakat tidak akan percaya pada profesi akuntan. Khusus akuntan publik disamping harus mematuhi kode etik akuntan yang dikeluarkan oleh IAI juga harus mematui etika profesi yang dikeluarkan oleh IAPI.

VI. Opini
Menurut saya dari materi bab ini saya menyimpulkan bahwa pengaruh etika dalam bisinis ini tidak dapat di samakan karena apabila antara etika dan bisnis di campuradukkan, maka akan terjadi sebuah kesalahan kategoris. Karena bisnis hanya bisa di nilai dengan kategori dan norma-norma bisnis bukan norma-norma etika. Karena menurut mitos bisnis amoral, kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis sebaik mungkin untuk mendapatkan keuntungan, maka yang menjadi pusat perhatian bisnis adalah bagaimana cara memproduksi, mengedarkan, menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan.


Sumber :
http://erma123.blogspot.co.id/2013/10/lingkungan-bisnis-yang-mempengaruhi.html?m=1
http://chesarioch.blogspot.co.id/2013/12/kesaling-tergantungan-antara-bisnis-dan.html?m=1
https://adamshofi.wordpress.com/2017/10/08/perilaku-etika-dalam-bisnis/
http://karyaeb08.blogspot.co.id/2015/10/perilaku-etika-dalam-bisnis.html?m=1
https://www.google.co.id/amp/s/zehanwidiastuti.wordpress.com/2015/10/27/perkembangan-dalam-etika-bisnis/amp/

Jumat, 27 Oktober 2017

BAB 1 : PENDAHULUAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN


PENGERTIAN ETIKA
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Definisi Etika Menurut Para Ahli
Pengertian Etika Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Pengertian Etika Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Pengertian Etika Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno: Etika adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan pada tindakan manusia.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.

1)   Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2)   Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
3)   Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4)   Prinsip Keadilan
kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5)   Prinsip Kebebasan
sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya tersebut.
kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6)   Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.

BASIS TEORI ETIKA
1. Etika Teleologi
Dari kata yunani, teleos=tujuan, mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi:
1. Egoisme etis
2. Utilitarianisme
Contoh:
Seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini baik untuk moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini melanggar hukum sehingga etika teologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.

Egoisme etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.
Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yang bersifat vulgar.
Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah” the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
2. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab: ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi  sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Contoh :
Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugasnya maka itu dianggap benar, sedangkan dikatakan salah jika tidak mengerjakan tugas yang diinstruksi oleh pimpinan.
3. Teori hak
Dalam pemikiran dewasa ini barang kali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.  Teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi , karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didsarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusiaitu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Contoh: seorang pekerja bangunan yang mempunyai hak untuk mendapatkan gaji harian atau bulanan dari mandor setelah ia melakukan kewajibannya melakukaan desain rumah/merapikan rumah
4. Teori keutamaan ( virtue)
Memandang sikap atau akhlak seseorang tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut: disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan:
1. Kebijaksanaan : seseorang pemimpin yang memiliki sifat bijaksana dalam segala urusan pekerjaan terhadap bawahan
2. Keadilan: mampu bersifat adil dalam menentukan tugas dan tanggung jawab
3. Suka bekerja keras : terus berjuang dalam bekerja untuk mencapai target yang diharapkan
4. Hidup yang baik : tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan disekitarnya

EGOISME

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari egoisme adalah altruisme.
Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalitas dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.

OPINI
Menurut saya dari materi bab 1 ini saya menyimpulkan bahwa Etika dan Egoism saling berhubungan satu sama lain. Karena pengertian etika adalah kebiasaan dalam tata cara berprilaku yang timbul dari kebiasaan karena terlalu mementingkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan sosial dan egoism adalah sifat yang muncul dari dalam diri manusia karena manusia kurang mengerti soal etika dalam bermasyarakat.

Sumber :
https://www.google.co.id/amp/s/ikamaullydiana.wordpress.com/2013/12/09/etika-profesi-akuntansi-2/amp/
https://www.google.co.id/amp/s/wahyurosiana.wordpress.com/2015/11/01/basis-teori-etika/amp/